Laporan Solok– Suasana haru bercampur histeris menyelimuti ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Padang pada Rabu sore, 17 September 2025. Air mata keluarga pecah tak terbendung ketika majelis hakim yang diketuai Aditya Danur Utomo menjatuhkan vonis penjara seumur hidup terhadap mantan Kepala Bagian Operasi (Kabag Ops) Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar.
Vonis berat itu diberikan setelah Dadang dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Kompol Anumerta Ryanto Ulil Abshar, rekan sesama anggota Polri. Tragedi yang merenggut nyawa Ryanto di Solok Selatan itu bukan hanya meninggalkan luka mendalam bagi keluarga, tetapi juga mengguncang institusi kepolisian.
Sidang yang Penuh Ketegangan
Sidang putusan semula dijadwalkan pukul 10.00 WIB, namun baru dimulai sekitar pukul 16.14 WIB. Setelah berjalan hampir tiga jam, tepat pukul 18.58 WIB, hakim mengetukkan palu tanda berakhirnya persidangan yang menjadi sorotan publik tersebut.
“Mengadili, menyatakan terdakwa Dadang Iskandar terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana dan percobaan pembunuhan berencana. Menjatuhkan pidana penjara seumur hidup,” tegas Ketua Majelis Hakim Aditya saat membacakan amar putusan.
Majelis hakim menilai perbuatan terdakwa memenuhi unsur Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, serta Pasal 340 juncto Pasal 53 KUHP mengenai percobaan pembunuhan berencana. Tidak ada hal yang meringankan terdakwa, sementara yang memberatkan adalah hilangnya nyawa seorang perwira Polri dan duka mendalam bagi keluarga korban.
Baca Juga: Dua Warga Solok Selatan Diterkam Harimau Saat Menyadap Karet
Jerit Tertahan Keluarga Korban
Keluarga korban yang hadir tak kuasa menahan emosi. Tangisan histeris pecah, menggambarkan luka yang belum terobati sejak peristiwa kelam itu terjadi.
Cristina Yun Abubakar, ibu almarhum Ryanto, hanya bisa pasrah menerima vonis hakim. Dengan suara lirih, ia mengatakan, “Itu hak hakim yang memutuskan. Saya tidak bisa mengomentarinya karena itu adalah hak hakim.”
Meski demikian, ia tak menutupi rasa kecewa karena sebelumnya jaksa penuntut umum (JPU) menuntut Dadang dengan hukuman mati. “Anak saya tidak akan pernah bangkit lagi. Hukuman apa pun tidak akan membuat anak saya hidup kembali,” katanya sambil menyeka air mata.
Cristina juga menegaskan bahwa hanya Tuhan yang berhak menentukan keadilan sejati. “Kalau saya katakan itu adil atau tidaknya, Tuhan yang tahu. Saya percaya pembalasan itu hak Tuhan,” ucapnya.
Namun, harapan itu pupus setelah majelis hakim menjatuhkan putusan berbeda dari tuntutan jaksa.
Meski demikian, keputusan tersebut tetap menjadi tonggak penting dalam perjalanan hukum kasus ini.